Langsung ke konten utama

KONTROL KINETIKA DAN TERMODINAMIKA DALAM SINTESIS SENYAWA ORGANIK

A. Konsep Kontrol Kinetika dan Kontrol Termodinamika

    Pada pembahasan kali ini, kita akan membicarakan mengenai kontrol kinetika dan kontrol termodinamika dalam sintesis senyawa ester. Sebelumnya, kita pahami terlebih dahulu makna dari kedua kontrol reaksi ini. Makna kontrol 'kinetika' berarti berhubungan dengan 'laju', yakni bagaimana laju reaksi terjadi sehingga reaktan yang digunakan menghasilkan produk yang diharapkan (mengacu pada reaktivitas sistem). Di lain sisi, makna kontrol 'termodinamika' berarti berkaitan dengan 'stabilitas' relatif reaktan dan produk atau dengan kata lain produk yang secara energitik lebih banyak terbentuk (mengacu pada kesetimbangan sistem). Berikut ini perbedaan antara kontrol kinetika dan kontrol termodinamika, diantaranya :
a. Pada kontrol kinetik, reaksi yang terjadi bersifat irreversible di bawah kondisi dan kesetimbangannya terjadi antara reaktan dan produk, serta produk yang dihasilkan ialah produk yang memiliki laju reaksi tinggi (cepat terbentuk).
b. Kontrol termodinamika, reaksi yang bersifat reversible di bawah kondisi dan keadaan transisi muncul pada sebuah titik yang tidak dapat terjadi kembali, sehingga terjadi kesetimbangan antara produk, serta produk yang dihasilkan ialah produk yang paling stabil. 
    Gambar diatas (kiri) mengilustrasikan energi spesi yang bereaksi terhadap jalur geometris reaksi. Di mana  pada diagram terdapat titik keadaan transisi.  Gambar (kanan) mengilustrasikan produk kinetika vs produk termodinamika. Di mana perbedaan energi reaktan dan produk disebut energi bebas reaksi(G), semakin rendah energi produk maka akan relatif rendah terhadap bahan awal (G bernilai negatif) sehingga reaksi termodinamika yang terjadi. Dengan demikian, produk termodinamika bernilai negatif. Puncak diagram disebut keadaan transisi yakni zat perantara yang berenergi tinggi yang harus dilalui reaksi untuk membuat produk. Adanya perbedaan energi reaktan dan produk disebut dengan energi aktivasi (Ea), sehingga semakin rendah Ea reaksinya semakin cepat (produk kinetik memiliki energi aktivasi rendah). Ada 2 kondisi reaksi yang terjadi pada pembentukan produk kinetik dan produk termodinamika, yaitu pertama kondisi reaksi di bawah kendali kinetik dengan produk utamanya produk kinetik, serta kondisi lain yaitu kondisi reaksi di bawah kendali termodinamika dengan produk utamanya produk termodinamika.
    Kontrol kinetika dan termodinamika itu pertama kali dijelaskan dengan reaksi Diels-Alder yang memungkinkan terjadi pada kondisi transisi dengan berbagai energi aktivasi. Adanya perbedaan energi intrinsik antara diastereomer,termodinamika mendukung pembentukan satu diastereomer tertentu di bawah kondisi kesetimbangan, hal ini dapat dinyatakan dengan persamaan di bawah ini : 
Keq = exp (-ΔΔG/RT)
    Di bawah ini grafik kontrol kinetika dan dinamik terhadap konsentrasi dan waktu. Di mana kurva biru menyatakan kendali kinetik dan kurva merah menyatakan kendali termodinamika. Substrat analog B* memiliki gugus pergi berenergi tinggi (*) sedangkan eliminasinya membentuk kondisi keseimbangan yang lebih menguntungkan. Pada disipasi gaya penggerak awal, keseimbangan antara AB dan A+B menjadi dominan dan konsentrasi produk kemudian memusat pada  reaksi yang sesuai secara termodinamika terkontrol.
    Stabilitas kinetika ialah kestabilan energi tertinggi pada sistem (terkait dengan reaktivitas reaktan), artinya berlangsung pada persentase optimal reaktan dalam sistem, karena reaktan biasa berenergi tinggi yang menyebabkan reaksi pembentukan produk mempunyai energi rendah. Stabilitas kinetika mengacu pada reaktan, sedangkan stabilitas termodinamika mengacu pada produk. Berikut tabel pembeda stabilitas kinetika vs stabilitas kinetika :

B. Desain Sintesis Ester dengan Kontrol Kinetika dan kontrol Termodinamika 
    Ester sendiri adalah senyawa yang dapat disintesis dengan alkohol dan asam karboksilat. Proses sintesis lainnya dapat melalui klorida asam dengan alkohol dan dapat pula melalui anhidra asam dengan alkohol. Keunikan utama dari ester yang mudah diingat memiliki variasi bau yang harum. Sintesis senyawa ini dikenal dengan istilah esterifikasi (esterification). Proses sintesis tersebut ialah reaksi bolak-balik alkohol dan asam karboksilat dengan produknya ester dan H2O. Untuk memperoleh rendemen ester yang tinggi, maka kesetimbangan perlu bergeser ke kanan atau ke arah produk ester itu sendiri dalam reaksi. Untuk pereaksi alkohol dan asam karboksilat disebut dengan reaksi Esterifikasi Fischer,  berikut reaksinya : 
    Sebagai referensi kami menggunakan video sintesis ester dari YouTube (berikut video referensi) dengan menggunakan bahan alkohol berupa 1-pentanol dan asam karboksilat berupa asam pentanoat untuk menghasilkan ester berupa pentil pentanoat. Pada video, digunakan katalis H₂SO₄ untuk mempercepat laju reaksi. Dalam proses sintesis ini, dilakukan pemanasan di atas hotplate dengan penangas pasir agar pemanasan terjadi secara perlahan dan merata, lalu dilanjutkan dengan melakukan refluks untuk mencegah penguapan pentil pentanoat, lalu dinetralisasi dengan Na₂CO₃ dan diakhiri dengan pemisahan produk yang diperoleh. Proses sintesis ester pada video referensi ini juga dikenal dengan reaksi esterifikasi Fischer, di mana melibatkan asam sebagai katalis dan dalam prosesnya dilakukan refluks.
    Dalam kaitannya dengan kontrol kinetika dan kontrol termodinamika, kita dapat melakukan suatu desain sintesis ester untuk memperoleh ester dengan rendemen tinggi. Untuk memperoleh rendemen yang tinggi ada 3 hal yang dapat kita lakukan yaitu menggunakan pereaksi berlebih, melakukan destilasi dan menggunakan agen penarik air. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jika kontrol kinetika mengacu pada 'laju' dan kontrol termodinamika mengacu pada 'stabilitas', dalam reaksi pembentukan produk ester maka untuk desain kontrol kinetika kita dapat mengatur reaksi ini dengan menambah mol pereaksi  yang  mana dalam hal ini adalah 1-pentanol dan menggunakan H₂SO₄ dalam jumlah yang sesuai. Untuk desain kontrol termodinamika kita dapat melakukan upaya menaikkan suhu pemanasan,  menambah waktu pemanasan, dan di mana ketika dilakukan pemanasan disertai dengan pengadukan secara konstan.
    Terkait desain diatas, adapun maksud dan tujuannya yaitu dalam desain kontrol kinetika penambahan jumlah mol pereaksi 1-pentanol dimaksudkan agar produk ester yang diperoleh bertambah. Hal ini karena sesuai dengan kesetimbangan, di mana bila jumlah 1-pentanol sebagai pereaksi ditambah maka kesetimbangan akan bergeser ke arah produk yang dalam hal ini adalah ester. Penggunaan H₂SO₄ dalam jumlah yang sesuai dimaksudkan sebagai katalis untuk mempercepat laju reaksi, karena reaksi esterifikasi adalah reaksi yang berlangsung lambat sehingga memerlukan katalis dan tidak boleh berlebihan karena dapat menghidrolisis ester yang terbentuk. Dalam desain kontrol termodinamika, menaikkan suhu pemanasan dimaksudkan karena semakin tinggi suhu maka semakin cepat laju reaksi. Penambahan waktu pemanasan dan disertai dengan melakukan pengadukan saat pemanasan juga dimaksudkan agar larutan dapat memanas secara merata dan dengan waktu pemanasan yang ditambah dapat menghasilkan produk ester yang lebih optimum. 
    Dalam proses destilasi yang dilakukan dapat dilakukan proses refluks disertai pengadukan pada larutan. Di mana pada video, larutan yang digunakan tidak diaduk, dengan upaya pengadukan dianggap dapat meratakan pemanasan dan laju reaksi dapat berlangsung dengan cepat dan produk ester yang diperoleh optimum. Penggunaan Na₂CO₃ dapat digantikan dengan NaHCO₃,  serta penggunaan MgSO₄  dapat digantikan dengan Na₂SO₄ yang mana masing-masing gunanya sebagai penetralisasi dan menyerap air.

PERMASALAHAN
1. Bagaimana pengaruhnya dalam produk ester yang diperoleh jika dalam proses sintesis dalam hal kontrol termodinamika yakni suhu dan lama pemanasan dikondisikan dalam suhu rendah dan waktu pemanasan hanya 30 menit saja?
2. Apakah memungkinkan ester terbentuk bila katalis yang kita gunakan digantikan dengan asam lemah misalnya CH₃COOH?
3.Bagaimana jika dalam proses pembuatan ester, bisaakah proses refluks digantikan dengan destilasi uap sederhana? 

Berikut ini link YouTube pemabahasan dari kelompok kami, yaitu Kelompok 2 :

Komentar

  1. baiklah saya Desri Indah Rahmadona A1C119041 akan menjawab pertanyaan no 2 , Terdapat 2 kemungkinan yaitu, dapat saja tidak mungkin terjadi reaksi pembentukan ester dan dapat pula memungkinkan terbentuknya ester namun dengan hasil yang sangat tidak maksimal.

    BalasHapus
  2. Baiklah, saya Elseria Afriyanti Togatorop, NIM: A1C119071, akan menjawab pertanyaan no 3.
    Bisa saja dapat dilakukan dalam proses pembuatan ester apabila proses refluks digantikan dengan destilasi uap sederhana, akan tetapi hasil yang diperoleh tidak akan lebih baik daripada proses refluks.

    BalasHapus
  3. Baiklah, saya Soni Fitri Br Nababan A1C119097, akan menjawab pertanyaan no 1,
    apabila kontrol termodinamika yakni suhu yang digunakan rendah dan lama pemanasan hanya 30 menit saja, maka hasil ester yang diperoleh tidak akan maksimal/optimum. Memang ester dapat diperoleh namun rendemen yang didaptkan tidak akan tinggi seperti yang diharapkan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUBUNGAN STRUKTUR DAN KEREAKTIFAN SENYAWA – SENYAWA TURUNAN FLAVONOID

"Hubungan Struktur dan Kereaktifan Senyawa-Senyawa Turunan Flavonoid" Flavonoid banyak dikenal sebagai senyawa organik metabolit sekunder alami penting yang berasal dari tanaman. Flavonoid mempunyai struktur polifenol di mana dapat kita jumpai pada buah, sayur, anggur, teh, dan bahkan kakao. Adanya efek biokimia, dan beberapa sifatnya sebagai antioksidan, antiinflamasi, anti mutagenik dan anti karsinogenik yang terkandung di dalamnya, menjadikan senyawa ini sering sekali dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit, misalnya kanker, Alzheimer (AD), osteoklorosis, dll. Senyawa ini juga sebagai inhibitor kuat untuk beberapa enzim, seperti xanthine oxidase (XO), cyclooxygenase (COX), lipoxygenase dan phosphoinositide 3-kinase. Dalam klasifikasi flavonoid itu berdasarkan pada karbon dari cincin C di mana cincin B terpasang dan tingkat ketidakjenuhan dan oksidasi cincin C. Flavonoid yang cincin B terikat pada posisi 3 cincin C disebut isoflavon. Apabila cincin B terkait di po

PROTEKSI GUGUS FUNGSI DALAM SINTESIS SENYAWA ORGANIK

"PROTEKSI GUGUS FUNGSI DALAM SINTESIS SENYAWA ORGANIK" Pada pembahasan kali ini, akan dibahas mengenai reaksi kimia yang terjadi pada proteksi gugus fungsi dalam sintesis senyawa organik. Gugus proteksi atau dapat pula disebut dengan gugus pelindung ( protecting group / PG) dimaknai sebagai suatu gugus fungsi yang terdapat pada suatu molekul berguna dalam mengurangi kereaktifan dengan tujuan untuk melindungi gugus fungsi tertentu pada molekul tersebut, sehingga selama reaksi sintesis berlangsung gugus fungsi yang dilindungi tidak bereaksi baik dengan pereaksi ataupun pelarut.  Dalam cara kerja proteksi gugus fungsi akan terjadi kemoselektifitas, yaitu sebuah reaksi yang memicu satu gugus fungsi dalam molekul bereaksi sedangkan gugus lain tidak akan terpengaruh. Berikut contoh kemoselektif : Dari reaksi di atas, terdapat gugus keton dan ester (struktur molekul di tengah) yang apabila direaksikan dengan NaBH 4 akan mereduksi keton menjadi alkohol (struktur molekul kanan).

DEPROTEKSI GUGUS FUNGSI DALAM SINTESIS SENYAWA ORGANIK

DEPROTEKSI GUGUS FUNGSI DALAM SINTESIS SENYAWA ORGANIK      Pada pembahasan kali ini, kita akan membicarakan tentang deproteksi gugus fungsi dalam sintesis senyawa organik. Sebelumnya, apa itu deproteksi? Jika di pembahasan sebelumnya kita membicarakan tentang proteksi, maka deproteksi memiliki kaitan dengan proteksi. Deproteksi dimaknai sebagai suatu proses reaksi penghilangan gugus pelindung dalam molekul. Deproteksi terjadi setelah produk yang diinginkan mengandung gugus pelindung, sehingga tahap selanjutnya dilakukan penghilangan gugus pelindung tersebut untuk mendapatkan produk yang diinginkan. Secara singkat, deproteksi terjadi setelah proteksi.  Pada pembahasan kali ini, akan dibahas mengenai deproteksi asetal, ketal, dan alkohol. 1.   Deproteksi asetal Asetal merupakan gugus pelindung untuk gugus aldehid. Diberikan suatu contoh berikut ini :      Dalam reaksi di atas, suatu senyawa mengandung gugus keton dan aldehid. Pada reaksi (1), ketika senyawa direaksikan dengan reagen NaB