"Hubungan Struktur dan Kereaktifan Senyawa-Senyawa Turunan Flavonoid"
Flavonoid banyak
dikenal sebagai senyawa organik metabolit sekunder alami penting yang berasal
dari tanaman. Flavonoid mempunyai struktur polifenol di mana dapat kita jumpai
pada buah, sayur, anggur, teh, dan bahkan kakao. Adanya efek biokimia, dan
beberapa sifatnya sebagai antioksidan, antiinflamasi, anti mutagenik dan anti
karsinogenik yang terkandung di dalamnya, menjadikan senyawa ini sering sekali dimanfaatkan
untuk mengobati berbagai penyakit, misalnya kanker, Alzheimer (AD),
osteoklorosis, dll. Senyawa ini juga sebagai inhibitor kuat untuk beberapa
enzim, seperti xanthine oxidase (XO), cyclooxygenase (COX), lipoxygenase dan
phosphoinositide 3-kinase.
Dalam klasifikasi flavonoid itu berdasarkan pada karbon dari cincin C di mana cincin B terpasang dan tingkat ketidakjenuhan dan oksidasi cincin C. Flavonoid yang cincin B terikat pada posisi 3 cincin C disebut isoflavon. Apabila cincin B terkait di posisi 4 disebut neoflavonoid, sedangkan yang cincin B terkait di posisi 2 dapat dibagi lagi menjadi beberapa subkelompok berdasarkan fitur struktural dari cincin C yaitu flavon, flavonol, kalkon, antosianin, flavonol atau katekin, dan isoflavon. Berikut ini klasifikasi dan kerangka dasar flavonoid :
Berikut ini diberikan bagan kelas, subkelas dan
sumber dari flavonoid :
1. Flavon
Banyak tersedia pada bagian tanaman seperti daun,
bunga dan buah dalam bentuk glukosida. Subkelasnya berupa luteolin, apigenin
dan tangeritin, luteolin-7-glukosida, akatekin, dan baicalin. Turunan flavonoid
ini dapat ditemukan pada tanaman seledri, peterseli, paprika merah, chamomile,
mint dan ginkgo biloba. Flavon mempunyai ikatan rangkap antara posisi 2’ dan 3’
dan keton di posisi 4 pada cincin C. Sebagian flavon pada sayuran dan
buah-buahan memiliki gugus hidroksil di posisi 5 dari cincin A, sementara
hidroksilasi pada posisi lain untuk sebagian besar dalam posisi 7 dari cincin A
atau 3’ dan 4’ dari cincin B, posisi ini bervariasi sesuai dengan klasifikasi
taksonomi sayuran atau buah tertentu.
2. Flavonol
Banyak terdapat dalam berbagai buah dan sayuran,
berupa kaempferol, quercetin, myricetin, galangin, morin, rutin, robinetin dan
fisetin. Turunan flavonoid ini dapat dijumpai pada bawang, kangkung, selada,
tomat, apel, anggur dan beri. Flavonol memiliki gugus hidroksil pada posisi 3
dari cincin C, yang juga dapat mengalami glikosilasi. Flavonol dapat digunakan
sebagai antioksidan dan mengurangi resiko penyakit pembuluh darah. Berdasarkan strukturya,
aktivitas antioksidan dikendalikan oleh gugus aromatik cincin B yang memiliki
ikatan rangkap terkonjugasi pada posisi 2’ dan 3’ dan mampu untuk mengalami
perpindahan elektron dari cincin B menuju dan memecah radikal bebas.
3. Flavanon
Berupa hesperitin, naringin, naringenin, ponkiretin,
pinocembrin dan eriodictyol yang banyak dijumpai pada semua jenis jeruk, dan
anggur. Flavanon memiliki cincin C yang jenuh, ikatan rangkap antara posisi 2
dan 3 jenuh. Turunan flavonoid ini berperan sebagai antioksidan dengan memecah
radikal bebas karena adanya gugus hidroksil dan sebagai antiinflamasi dengan
inhibisi pembentukan sitokin proinflamasi pada makrofag, mengurangi produksi
HNO3 dan HNO2 menjadi indikator proses inflamasi.
4. Isoflavanoid
Contohnya berupa genistein dan daidzein, banyak
ditemukan pada kacang kedelai dan tanaman polong lainnya, serta dalam mikroba
sebagai precursor untuk pengembangan fitoaleksin ketika berinteraksi dengan
tanaman. Isoflavanoid digunakan sebagai fitoestrogen karena adanya aktivitas
estrogenik. Berdasarkan hasil penelitian, genistein mampu menginduksi perubahan
hormone dan metabolisme dalam beberapa penyakit.
5. Neoflavonoid
Mempunyai kerangka karbon 4-fenilkrom tanpa
substitusi gugus hidroksil pada posisi 2. Dapat ditemukan pada biji Calophyllum inophyllum, kulit kayu dan kayu
tanaman endemic Sri Lanka bernama Mesua
thwaitesii.
6. Katekin
atau Flavanol (Flavan-3-ol)
Memiliki gugus hidroksil yang selalu terikat pada
posisi 3 cincin C, tidak ada ikatan rangkap pada antara posisi 2 dan 3. Dapat
ditemukan pada buah the, kiwi, kokoa, anggur merah, pisang, apel, blueberry,
persik dan pir. Turunan flavnonoid ini berupa katekin, epikatekin, dan
galokatekin yang dapat diturunkan kembali menjadi turunan yang lebih kompleks.
7. Antosianin
Berupa cyanidin, delphinidin, malvidin, pelargonidin
dan peonidin yang dapat ditemukan pada buah-buahan seperti cranberry,
blackcurrant, anggur merah, anggur merlot, kokoa, sereal, raspberry, stroberi,
blueberry, bilberry dan blackberry. Warna antosianin bergantung pada pH dan
metilasi atau asilasi pada gugus hidroksil pada cincin A dan B. Antosianin sebagai
antioksidan pada penyakit kardiovaskuler dengan menekan ekspresi pada VEGF (vascular
endotheliat growth factor) dengan mengaktivasi protein kinase p38 mitogen dan
kinase pada c-Jun N-terminal (JNK).
8. Kalkon
Bercirikan tidak memiliki cincin aromatic C atau
kerangka terbuka pada kerangka flavonoid. Berupa phloridzin, arbutin, phloretin
dan chalconaringenin. Turunan flovonoid ini dapat ditemukan pada tomat, pir, stroberi, bearberry dan produk gandum tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, kalkon memiliki potensi sebagai steroid-genesis
modulator pada enzim 3β-hydroxysteroid dehydrogenase (HSD), dan 17β-HSD.
Berikut ini tabel dari flavonoid, kelas dan
sumbernya :
Metabolisme flavonoid dalam tubuh manusia terjadi melalui penyerapan usus kecil dan besar yang bergantung pada ukuran molekul, konfigurasi, lipofilisitas, kelarutan bahkan pKa serta tergantung pada struktur flavonoid itu sendiri baik glikosida atau aglikon. Aglikon sangat mudah diserap usus kecil, glikosida harus dikonversi terlebih dahulu menjadi aglikan. Hampir semua flavonoid kecuali subkelas katekin berupa b-glikosida. Glukosida hidrofilik (ex : quercetin) dibawa menuju usus kecil oleh kotransporter glukosa tergantung Na+ usus (SGLT1). Gluko akan dihidrolisis oleh laktase phloridzin hidrolase (LPH) (spesifitas substrat glikosida yaitu glukosida, galaktosida, arabinosides, xylosides, dan rhamnosides) sehingga bila flavonoid tersebut bukan substratnya akan dibawa menuju usus besar untuk dihidrolisis dan didegradasi aglikon oleh bakteri. Selanjutnya aglikon yang dibebaskan kemudian diserap melalui usus kecil. Flavonoid oligomer dihidrolisis menjadi monomer dan dimer oleh asam di lambung.
Pada pembahasan kali ini, kita akan lebih mendalami peranan senyawa turunan flavonoid sebagai anti kanker, terutama dalam mengatasi sel kanker serviks (HeLa), sel kanker kolon (WiDr), sel kanker payudara (T47D) secara in vitro. Adanya kemampuannya sebagai antikanker itu dipengaruhi posisi juga jenis substituent yang diikat pada kerangka karbonnya. Berdasarkan hasil penelitian, semakin banyak gugus hidroksi dan metoksi yang berikatan pada cincin A dan B, maka semakin meningkat pula aktivitasnya sebagai antikanker.
Dalam literature yang dikaji, kalkon dan flavon disintesis dengan menggunakan vanillin dan 2,4-dihidroksiasetofenon melalui reaksi kondensasi Claisen-Schmidt dengan penambahan aquades sebelum penambahan HCl sehingga dihasilkan gugus OH pada posisi C-2’, C-4’, C-7’ dan gugus metoksi pada posisi C-3. Berikut ini struktur kalkon dan flavon hasil sintesis :
Pada penelitian tersebut, senyawa turunan kalkon
yaitu 2’,4-dihidroksi-3-metoksikhalkon (senyawa 1) dan
2’,4’,4-trihidroksi-3-metoksikhalkon (senyawa 2) melalui reaksi kondensasi
Claisen-Schmidt dimulai dengan membentuk karbanion 2-hidroksiasetofenon dan 2,4-dihidroksiasetofenon
yang memiliki Hα. Mekanisme reaksi yang terjadi yaitu
Sedangkan senyawa turunan flavon (senyawa 3 dan 4) disintesis
dengan reaksi siklisasi oksidatif antara senyawa 1 dan 2 dengan iodine dalam pelarut
DMSO. Reaksi terjadi karena penyerangan senyawa 1 dan 2 terhadap I parsial
positif membentuk senyawa intermediet iodoiranium, lalu penyerangan intramolekuler
oleh atom O pada gugus OH senyawa 1 dan 2 sehingga ion I parsial negatif lepas
dan menyerang atom H menyebabkan pelepasan HI dan pembentukan ikatan rangkap. Berikut
mekanisme reaksi yang terjadi :
Untuk mengetahui keaktifan senyawa turunan kalkon dan flavon dalam mengatasi sel kanker HeLa, WiDr, dan T47D diuji aktivitas sitotoksik. Prinsip dari uji sitotoksisitas ialah adanya kerja enzim dari mitokondria pada sel aktif yang metabolismekan garam tetrazolium sehingga terjadi pemutusan ikatan lalui uji sitotoksisitas oleh enzim dehidrogenase. Dengan demikian, tetrazolium pun akan diubah menjadi formazan. Melalui peenelitan yang telah dilakukan, senyawa turunan kalkon (senyawa 1 dan 2) berdasarkan nilai IC50 menunjukkan sangat aktif dalam menyerang sel HeLa dan sel kanker WiDr, artinya mempunyai aktivitas sitotoksik yang tinggi. Sedangkan pada sel kanker T47D menunjukkan aktivitas sitotoksik sedang. Namun, kekurangannya turunan senyawa yang disintesis ini tidak selektif, karena ketika diujikan dengan sel normal (Vero) juga menunjukkan aktivitas sitotoksik. Di lain sisi, senyawa turunan flavon (senyawa 3 dan 4) menunjukkan aktivitas sitotoksik sedang terhadap sel kanker HeLa, WiDr, dan T47D, serta tidak selektif karena juga memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel normal (Vero).
Kereaktifan keempat senyawa turunan flavonoid ini terhadap aktivitas sitotoksisitas pada sel kanker HeLa, WiDr, dan T47D disebabkan oleh ikatan karbon α,ꞵ yang tak jenuh dan adanya gugus OH yang terikat pada kerangka karbon tersebut. Dengan adanya ikatan karbon α,ꞵ tak jenuh menyebabkan penghambatan sinyal selular NF-KB yang berperan dalam aktivitas kanker secara in vitro sehingga akan terjadi apoptosis dan mencegah terjadinya proliferasi sel. Dengan begitu, akan terjadi interaksi ikatan kovalen dengan IKKꞵ yang akan mematikan kinase.
Dengan adanya gugus OH dan metoksi pada posisi orto di cincin B pada senyawa 1 dan 2 mampu menghambat aktivitas enzim COX sehingga mencegah poliferasi sel kanker dan mepercepat apoptosis. Oleh karena senyawa 2 memiliki dua gugus OH pada posisi meta cincin A akan menyebabkannya menjadi lebih sterik dan aktivitas sitotoksisitasnya lebih tingi dibandingkan senyawa 1. Di lain sisi, senyawa 3 dan 4 dengan gugus OH dan metoksi pada cincin A dan B memiliki aktivitas sitotoksisitas dengan asam amino membentuk ikatan hidrogen.
PERMASALAHAN
1. Bagaimana efektivitas flavonoid sebagai antikanker?
2. Flavonoid dikenal sebagai senyawa metabolit sekunder alami dengan banyak khasiatnya, lalu apakah ada batasan jumlah flavonoid yang optimal dibutuhkan oleh tubuh dan manakah lebih baik mengonsumsi flavonoid dari makanan (alami) atau secara sintesis dari suplemen obat?
3. Salah satu pemanfaatan senyawa turunan kalkon ialah sebagai anti kanker payudara (T47D), bagaimana efektivitas senyawa turunan kalkon itu sendiri dalam mengatasi penyakit kanker payudara (T47D)?
Berikut ini link YouTube pembahasan materi ini : https://www.youtube.com/watch?v=ijttgnRCebI
Baiklah, perkenalkan nama saya Elseria Afriyanti Togatorop, NIM : A1C119071, akan menjawab permasalahan no 3. Berdasarkan hasil penelitian, efektivitas senyawa turunan kalkon dalam mengatasi penyakit kanker payudara (T47D) adalah sedang, hal ini diuji melalui uji aktivitas sitotoksisitas secara in vitro menunjukkan nilai IC50 nya senilai 27,34 dan 38,76 µg/mL. Dengan demikian, senyawa turunan kalkon dinyatakan efektif sebagai obat antikanker payudara. Keefektifannya ini disebabkan oleh adanya ikatan karbon α,β tak jenuh dan gugus hidroksi dan metoksi di posisi C-2’ dan C-4’ yang memberikan kontribusi besar pada aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker sehingga dapat dengan efektif mengatasi penyakit kanker payudara (T47D).
BalasHapusbaiklah perkenalkan saya Rara Akda Septian dengan NIM A1C119095 izin menjawab permasalahan no 1
BalasHapusFlavonoid merupakan senyawa yang terbukti efektif dan mampu menghambat proliferasi beberapa sel kanker. Proliferasi itu fase di mana sel tubuh terjadi pengulangan siklus sel secara terus menerus tanpa hambatan. Efektivitasnya dalam menghambat proliferasi sel itu dipengaruhi kemampuannya dalam memodulasi estrogen reseptor alpha. Efektivitas flavonoid sebagai antikanker, misalnya kanker serviks, berdasarkan hasil penelitian diperoleh senyawa flavonoid efektif dan mampu menghambat pertumbuhan kanker serviks dengan aktivitas antiestrogenik. Senyawa flavonoid mempunyai mekanisme antiptoliferatif yang dipengaruhi oleh kemampuannya dalam memodulasi estrogen reseptor alpha. Reseptor estrogen ialah reseptor inti sebagai perantara aksi hormone estrogen dalam tubuh seperti pertumbuhan, perkembangan, dan hemeostasis berbagai organ dan jaringan.
Baiklah saya Lenny Friskha Tamba (A1C119035), izin menjawab permasalahan no.2
BalasHapusJumlah asupan flavonoid optimal yang dibutuhkan oleh tubuh yakni sejumlah 50–50 mg/hari diperlukan setiap orang guna mempertahankan kesehatan yang optimal. Sedangkan untuk pencegahan PTM (Penyakit Tidak Menular) membutuhkan minimal asupan flavonoid 199,6 mg/ hari. Kemudian, lebih baik mengonsumsi flavonoid dari makanan (alami) karena akan memberikan manfaat yang lebih besar pengaruhnya daripada hasil sintesis contohnya melalui suplemen obat. Hal ini karena, terkadang dosis flavonoid dari sintesis seperti suplemen obat memiliki kadar yang lebih tinggi dan sehingga dapat membahayakan kesehatan.